A.
PENGERTIAN HARAPAN
Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa
harapan berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal
sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya.
Harapan bergantung paa pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup dan kemampuan
masing-masing. Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang
yang mempunyai harapan. Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan
pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan yang maha esa. Agar harapan
terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh.
Bila dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintar. Antara harapan dan cita-cita terdapat persamaan yaitu : keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat. Menurut kodratnya manusia itu adalah mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langsung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni ditengah suatu keluarga dan anggota masyarakat lainnya.
Ada dua hal yang mendorong manusia hidup dalam pergaulan manusia lain yaitu dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup. Menurut Maslow sesuai dengan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan. Pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan manusia itu adalah :
Bila dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintar. Antara harapan dan cita-cita terdapat persamaan yaitu : keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud, pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat. Menurut kodratnya manusia itu adalah mahluk sosial. Setiap lahir ke dunia langsung disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni ditengah suatu keluarga dan anggota masyarakat lainnya.
Ada dua hal yang mendorong manusia hidup dalam pergaulan manusia lain yaitu dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup. Menurut Maslow sesuai dengan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan. Pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan manusia itu adalah :
1. kelangsugnan
hidup
2. keamanan
3. hak
dan kewajiban mencintai dan dicintai
4. diakui
lingkungan
5. perwujudan
cita-cita
B.
PERSAMAAN HARAPAN DAN CITA-CITA
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik
kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan yang maha esa.
Agar harapan terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Bila
dibandingkan dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu
muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintar.
Antara harapan dan cita-cita terdapat
persamaan yaitu : keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud, pada
umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik
atau meningkat.
C.
CONTOH HARAPAN
1. Rini seorang mahasiswa , ia belajar tekunengan
harapan mendapatkan IPK yang maksimal dalam semester ini.
2. Farida rajin berdagang baju keliling, dengan
harapan suatu saat dia dapat membeli kios.
Dari kedua contoh diatas, diketahui apa yang
diharapkan Rini dan Farida merupakan buah dari keinginan.Untuk itu mereka perlu
bekerja keras untuk mewujudkannya. Bila dibandingkan dengan cita-cita,
maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita
umumnya setinggi langit. Namun ada beberapa persamaan antara harapan dan
cita-cita, diantaranya:
1. Keduanya menyangkut masa depan karena belum
terwujud.
2. Pada umumnya dengan cita-cita ataupun harapan
seseorang menginginkan hal yang lebih baik.
D.
PENGERTIAN DOA
Doa adalah memohon atau
meminta suatu yang bersifat baik kepada Allah SWT seperti meminta keselamatan
hidup, rizki yang halal dan keteguhan iman. Sebaiknya kita berdoa kepada Allah
SWT setiap saat karena akan selalu didengar olehNya.
Tujuan Berdoa
Memohon hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT :
1. Agar selamat dunia akhirat
2. Untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT
3. Meminta perlindungan Allah SWT dari syaitan yang terkutuk.
Tujuan Berdoa
Memohon hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT :
1. Agar selamat dunia akhirat
2. Untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT
3. Meminta perlindungan Allah SWT dari syaitan yang terkutuk.
E.
MACAM-MACAM DOA
Syeikh Abdurrahman bin Sa’diy berkata: “Setiap
perintah di dalam al Qur’an dan larangan berdo’a kepada selain Allah, meliputi
do’a masalah (permintaan) dan do’a ibadah.”
Adapun perbedaan antara kedua macam do’a tersebut
adalah:
· Doa masalah (permintaan) adalah:
Meminta untuk diberikan manfaat dan dicegah dari kemudharatan, atau sesuatu
yang sifatnya permintaan. Dan ini dibagi menjadi tiga:
· Doa Ibadah maksudnya Semua bentuk
ibadah atau ketaatan yang diberikan kepada Allah balk lahiriah maupun batiniah,
karena pada hakikatnya semua bentuk ibadah misalnya shalat, puasa, Haji dan
sebagainya, tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan ridha Allah dan dijauhkan
dari azab-Nya.
F.
CONTOH DOA
Contoh doa dalam agama islam:
a. Do’a Sebelum Makan
Allahumma baarik lanaa
fiimaa razaqtana wa qinaa ‘adzaa-bannaari Bismillahirrahmaaniraahiimi.
Artinya : Ya Allah berkahilah kami dalam rezki yang
telah Engkau limpahkan kepada kami, dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (HR. Ibnu as-Sani)
b. Do’a Sesudah Makan
Alhamdulillahilladzii ath’amanaa
wa saqaanaa wa ja’alanaa muslimiina.
Artinya : Segala puji bagi Allah Yang telah memberi
kami makan dan minum, serta menjadikan kami muslim. (HR. Abu Daud)
Alhamdulilaahilladzi
ath’amanii hadzaa wa razaqaniihi min ghayri hawlin minnii wa laa quwwatin.
Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah memberiku
makanan ini dan melipahkannya kepadaku tanpa daya dan kekuatanku. (HR. Abu Daud,
Tirmidzi dan Ibnu Majah)
c. Do’a Sebelum Tidur
Bismikallahhumma ahyaa wa
bismika amuutu.
Artinya : Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan dengan
nama-Mu aku mati. (HR. Bukhari dan Muslim)
d. Do’a Sesudah Bangun Tidur
Alhamdulillaahil ladzii
ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilayhin nusyuuru.
Artinya : Segala puji bagi Allah yang menghidupkan
kami setelah mematikan kami. Kepada-Nya-lah kami akan kembali (HR. Bukhari)
e. Do’a Terkejut Bangun Dari Tidur
A’uudzu bikalimaatillahit
tammaati min ghadhabihi wa min syarri ‘ibaadihi wa min hamazaatisy syayaathiini
wa an yahdhuruuni.
Artinya : Aku berlindung dengan kalimah Allah yang
sempurna dari kemarahan Allah dari kejahatan hamba-hamba-Nya dan dari gangguan
setan dan dari kehadiran mereka (HR. Abu Daud dan Tir-middzi)
f. Do’a Mimpi Baik
Alhamudlillaahirrabbil
‘alamiin.
Artinya
: Segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam (HR. Bukhari)
g. Do’a Mimpi Tidak Baik
Allaahumma innii a;uudzu bika min ‘amalisy
syaythaani, wa sayyi’aatil ahlaami.
Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari perbuatan setan dan dari mimpi-mimpi yang buruk (HR. Ibn
as-Sani)
G.
PENGERTIAN KEPERCAYAAN
Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu
pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan
kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya.
Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan
berdasarkan pilihan dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya dari pada
yang kurang dipercayai (Moorman, 1993).
Menurut Rousseau et al (1998), kepercayaan adalah
wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya
berdasarkan harapan terhadap perilaku yang baik dari orang lain. Kepercayaan
konsumen didefinisikan sebagai kesediaan satu pihak untuk menerima resiko dari
tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan
penting untuk pihak yang mempercayainya, terlepas dari kemampuan untuk
mengawasi dan mengendalikan tindakan pihak yang dipercaya (Mayer et al, 1995).
Menurut Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan
kepercayaan sebagai penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan
melakukan transaksi tertentu sesuai dengan harapan dalam sebuah lingkungan yang
penuh ketidakpastian.
Kepercayaan terjadi ketika seseorang yakin dengan
reliabilitas dan integritas dari orang yang dipercaya (Morgan & Hunt,
1994).
Doney dan Canon (1997) bahwa penciptaan awal hubungan
mitra dengan pelanggan didasarkan atas kepercayaan. Hal yang senada juga
dikemukakan oleh McKnight, Kacmar, dan Choudry (dalam Bachmann & Zaheer,
2006), menyatakan bahwa kepercayaan dibangun sebelum pihak-pihak tertentu
saling mengenal satu sama lain melalui interaksi atau transaksi. Kepercayaan
secara online mengacu pada kepercayaan dalam lingkungan virtual.
Menurut Rosseau, Sitkin, dan Camere (1998), definisi
kepercayaan dalam berbagai konteks yaitu kesediaan seseorang untuk menerima
resiko. Diadaptasi dari definisi tersebut, Lim et al (2001) menyatakan
kepercayaan konsumen dalam berbelanja internet sebagai kesediaan konsumen untuk
mengekspos dirinya terhadap kemungkinan rugi yang dialami selama transaksi berbelanja
melalui internet, didasarkan harapan bahwa penjual menjanjikan transaksi yang
akan memuaskan konsumen dan mampu untuk mengirim barang atau jasa yang telah
dijanjikan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepercayaan konsumen
adalah kesediaan satu pihak menerima resiko dari pihak lain berdasarkan
keyakinan dan harapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan sesuai yang
diharapkan, meskipun kedua belah pihak belum mengenal satu sama lain.
H.
TEORI-TEORI KEBENARAN
Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam
hubungannya dengan ilmu pengetahuan,filsafat ini membahas tentang apa yang bisa
dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Epistemologis membahas
masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi
diperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya
rasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmu
pengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis. Kerangka filsafat
di atas akan memudahkan pemahaman mengenai keterkaitan berbagai ilmu dalam
mencari kebenaran.
Teori Kebenaran Dalam Perspektif Filsafat Ilmu
Dalam studi Filsafat Ilmu, pandangan tentang suatu
‘kebenaran’ itu sangat tergantung dari sudut pandang filosofis dan teoritis
yang dijadikan pijakannya. Dalam menguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori
ataupun metode-metode yang akan berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya
pengujian tersebut. Berikut ini beberapa teori tentang kebenaran dalam
perspektif filsafat ilmu:
a. Teori Korespondensi (Bertand Russel 1872-1970)
Teorikebenaran korespondensi adalah teori yang
berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi
(berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan
benar jika adakesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan
fakta. Suatu proposisi (ungkapan atau keputusan) adalah benar apabila terdapat
suatu faktayang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering
diasosiasikan denganteori-teori empiris pengetahuan.
Ujian kebenaran yang di dasarkan atas teori
korespondensi paling diterima secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori
ini, kebenaran adalah kesetiaan kepadarealita obyektif (fidelity to objective
reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan
fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang
dijadikan pertimbangan itu, serta berusaha untuk melukiskannya, karena
kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita
lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237).
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi
pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dan
sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut (Suriasumantri,
1990:57).
Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “matahari
terbit dari timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebut
bersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa matahari terbit dari
timur dan tenggelam di sebelah barat.
Menurut teori korespondensi, ada atau tidaknya
keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan.
Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar,
jika tidak maka pertimbangan itu salah (Jujun, 1990:237).
Teori ini menganggap. Teori kebenaran korespondensi
adalah “teori kebenaran yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau
isi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berkorespondensi
(sesuai) dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan tersebut.”
Teori kebenaran Korespondensi. Teori kebenaran
korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal (tua) yang berangkat dari
teori pengetahuan Aristoteles, teori ini menganggap bawa “suatu pengetahuan
mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian
dengan kenyataan (realitas empirik) yang diketahuinya”, Contoh, ilmu-ilmu
pengetahuan alam.
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu
apabila ada kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu
pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat
tersebut. Dengan demikian kebenaran epistimologis adalah
kemanunggalan/keselarasan antara pengetahuan yang ada pada subjek dengan apa
yang ada pada objek, atau pernyataan yang sesuai dengan fakta, yang berselaras
dengan realitas, yang sesuai dengan situasi actual.
Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para
pengikut realisme.diantara pelopor teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore,
Russel, Ramsey dan Tarski. Mengenai teori korenspondensi tentang kebenaran,
dapat disimpulkan sebagai berikut: "Kebenaran adalah kesesuaian antara
pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan itu sendiri".
b. Teori Koherensi atau Konsistensi
Teori kebenaran Koherensi. Tokoh teori ini adalah
Spinosa, Hegel dan Bradley. Suatu pengetahuan dianggap benar menurut teori ini
adalah “bila suatu proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari
proposisi yang terdahulu yang bernilai benar”. Jadi, kebenaran dari pengetahuan
itu dapat diuji melalui kejadian-kejadian sejarah, atau melalui pembuktian
logis atau matematis. Pada umumnya ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu sosial, ilmu
logika, menuntut kebenaran koherensi.
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan
fakta atau realita, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri,
dengan kata lain kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru
dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kebenarannya
terlebih dahulu.
Teori ini menganggap bahwa“ "Suatu pernyataan
dapat dikatakan benar apabila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang di anggap benar".
Misalnya bila kita menganggap bahwa pernyataan “semua
hewan akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan “bahwa
ayam adalah hewan, dan ayam akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan
kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
Jadi menurut teori ini, “putusan yang satu dengan
putusan yang lainnya saling berhubungan dan saling menerangkan satu sama lain.
Maka lahirlah rumusan kebenaran adalah konsistensi, kecocokan.”
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang
didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini
mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Berdasarkan teori ini suatu
pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55).
Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan
itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima
kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika.
Suatu kebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi
atau kensistensi antara pernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena
adanya pernyataan yang konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain
suatu proposisi dilahirkan untuk menyikapi dan menanggapi proposisi sebelumnya
secara konsisten serta adanya interkoneksi dan tidak adanya kontradiksi antara
keduanya.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat adalah
perbuatan yang dilarang oleh Allah” adalah suatu pernyataan yang benar, maka
pernyataan bahwa “mencuri adalah perbuatan maksiat, maka mencuri dilarang oleh
Allah” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan
pernyataan yang pertama.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof
modern seperti Hegel, Bradley dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga
meliputi dunia; dengan begitu makatiap-tiap pertimbangan yang benar dan
tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengan
keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut
(Titus,1987:239)
c. Teori Pragmatis (Charles S 1839-1914)
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce
(1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How
to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli
filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat
ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini di
antaranya adalah William James(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George
Hobart Mead (1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57).
Teori kebenaran Pragmatis. Tokohnya adalah William
James dan John Dewey. Suatu pengetahuan atau proposisi dianggap benar menurut
teori ini adalah “bila proposisi itu mempunyai konsekwensi-konsekwensi praktis
(ada manfaat secara praktis) seperti yang terdapat secara inheren dalam
pernyataan itu sendiri”, maka menurut teori ini, tidak ada kebenaran mutlak,
universal, berdiri sendiri dan tetap. Kebenaran selalu berubah dan tergantung
serta dapat diroreksi oleh pengamalan berikutnya.
Jika seseorang menyatakan teori X dalam pendidikan,
lalu dari teori itu dikembangkan teori Y dalam meningkatkan kemampuan belajar,
maka teori X dianggap benar karena fungsional.
Pragmatism berasal dari bahasa Yunani Pragma, artinya
yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, dan tindakan. Menurut teori ini
benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung pada asas
manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan
salah jika tidak mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia. Teori, hipotesa
atau ide adalah benar apabila ia mambawa kepada akibat yang memuaskan, apabila
ia berlaku pada praktek, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti
oleh kegunaannya, oleh hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi
kebenaran ialah apa saja yang berlaku.
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang
berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi
ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung
kepada peran fungsi dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya
dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teori ini juga dikenal dengan teori
problem solving, artinya teori yang dengan itu dapat memecahkan segala aspek
permasalahan. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis.
Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang
proposisi itu berlaku atau memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah
yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna
(useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility),
dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan
(satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang
tetap atau mutlak.
Francis Bacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
harus mencari keuntungan-keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi.
Ilmu pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia.
Dengan kata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini
membawa jiwa bersifat eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah
mencari manfaat sebesar mungkin bagi manusia.
d. Teori Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau
dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1
Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau
pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau
organisasi tertentu.Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang
diputuskan oleh pemegang otoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan
tersebut bertentangan dengan bukti-bukti empiris.
Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.
Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama,
pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat
membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib,
adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak
terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif,
karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa
daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini
seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin
adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
e. Teori Konsensus
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu
berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan
yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut. Masyarakat sains bisa mencapai
konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai komitmen kelompok,
paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting
dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya
dengan cara yang sama.
Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual
dalam penerapan nilai-nilai bersamayang bisa melayani fungsi-fungsi esensial
ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang
diterima dalam hukum tak tertulis. Adanya perdebatan antar paradigma bukan
mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan masalah, tetapi
paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk
memecahkan berbagai masalah secara tuntas.
f. Teori Kebenaran Sintaksis
Teori ini berkembang diantara para filsuf analisa
bahasa, seperti Friederich Schleiermacher. Menurut teori ini, ‘suatu pernyataan
dianggap benar bila pernyataan itu mengikuti aturan sintaksis (gramatika) yang
baku’.
g. Teori Kebenaran Semantis
Menurut teori kebenaran semantik, suatu proposisi
memiliki nilai benar ditinjau dari segi arti atau makna. Apakah proposisi itu
pangkal tumpuannya pengacu (referent) yang jelas? Jadi, memiliki arti maksudnya
menunjuk pada referensi atau kenyataan, juga memiliki arti yang bersifat
definitif.
h. Teori Kebenaran Non-Deskripsi
Teori Kebenaran Non-Deskripsi. Teori ini dikembangkan
oleh penganut filsafat fungsionalisme. Jadi, menurut teori ini suatu statemen
atau pernyataan itu akan mempunyai nilai benar ditentukan (tergantung) peran
dan fungsi pernyataan itu (mempunyai fungsi yang amat praktis dalam kehidupan
sehari-hari).
i. Teori Kebenaran Logik
Teori ini dikembangkan oleh kaum positivistik. Menurut
teori ini, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan
hal ini akibatnya merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya
apa—pernyataan—yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik yang
sama yang masing-masing saling melingkupinya.
j. Agama sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah satu
cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan
karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang
dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia maupun tentang tuhan. Kalau
ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan
reason manusia, maka dalam teori ini lebih mengedepankan wahyu yang bersumber
dari tuhan.
Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar
dengan berfikir setelah melakukan penyelidikan dan pengalaman. Sedangkan
manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan
mempertanyakan atau mencari jawaban tentang masalah asasi dari atau kepada
kitab suci, dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan
ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
v
Usaha-usaha Manusia untuk Meningkatkan Rasa Percaya Kepada Tuhan
a. Meningkatkan ketaqwaan kita dengan jalan
meningkatkan ibadah.
b. Meningkatkan pengabdian kita kepada masyarakat.
c. Meningkatkan kecintaan kita kepada sesama manusia
dengan jalan suka menolong, dermawan, dan sebagainya.
d. Mengurangi nafsu mengumpulkan harta yang
berlebihan.
e. Menekan perasaan negatif seperti iri, dengki,
fitnah, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar